Foto : STMM/Sony Wibisono
LAKSA GAME : Halaman awal Laksa Game, permainan yang terinsipirasi
dari kuliner khas Tangerang, karya Desca Eky Pangestu Rahdian.
SEJUMLAH kekayaan kuliner lokal
dieksplorasi mahasiswa Prodi Desain Teknologi Permainan STMM untuk dijadikan
game. Muncul visual yang menarik, dalam permainan sederhana yang menuntuk
ketangkasan.
Seperti
Laksa Game. Game merupakan tugas
akhir Desca Eky Pangestu Rahdian. Pemain harus membuat laksa. Caranya cukup
sederhana, yaitu memasukkan kuah, mie, ke dalam mangkok dan menyajikan kepada
pelanggan yang datang. Setiap pelanggan datang
dengan muka berseri-seri. Mereka juga punya indikator waktu yang bisa dikontrol
oleh pemain. Fungsinya, agar pemain tahu sebarapa lama seorang pelanggan
menunggu.
Seiring dengan
meningkatnya permainan, pelanggan yang datang semakin banyak. Disinilah
ketangkasan kita sebagai pemain diuji. Siapa yang datang dahulu harus dilayani.
Ya, inilah time management game yang bisa dianalogikan dengan pelayanan rumah
makan yang nyata. Jika kepuasan pelanggan dalam Laksa Game berarti menambah
raihan poin, ini seperti juga rezeki yang mengalir karena kita membuat
pelanggan rumah makan puas.
“Saya
mengangkat laksa sebagai makanan khas Tangerang untuk dijadikan game. Pemain
game harus cepat-cepat menyelesaikan pesanan laksa pelanggan. Jika tidak sesuai
waktu yang ditentukan, pelanggan akan marah dan pergi,” jelas pembuat Laksa
Game yang akrab disapa Panges, saat ditemui di Selasar Kampus STMM Selasa 2
Oktober 2018.
Selain Laksa Game turut dipamerkan juga Play On (Eka Puspitasari), Happy Farm World (Alim Prasetyo), Ultimate Soccer (Bagus Pambudi), Ridlle Town (Daniel Armando Jeremy), Danger Zone (Jefri Daru Wijaya), Geprek Express (Maschurisang Kumara Pundit), dan Mammal Land (Jonathan Adhiyaksa). Semua game adalah karya tugas akhir yang dipamerkan pada hari H ujian skripsi.
MENCOBA GAME : Seorang pengunjung mencoba salah satu game karya mahasiswa Desain Teknologi Permainan saat pameran di Selasar STMM, 2 Oktober 2018.
Pameran ini mendapat respon positif dari komunitas game developer. Mereka juga memberikan sejumlah masukan.
“Untuk kelas mahasiswa sudah sangat oke. Hanya mungkin beberapa game belum dilengkapi tutorial. Sebenarnya tutorial itu tidak wajib sih hanya untuk mempermudah orang yang mau main,” ujar U.B yang merupakan game developer Noobzilla.
Rico, game developer Stellarnull sepakat dengan pernyataan U.B. Ia melihat ada beberapa kelemahan dalam polish atau penyelesaian akhir karya game. “Misalnya ada kontrol yang kurang akurat, sehingga menyusahkan pemain,” imbuh Rico yang datang bersama Rizal dari Noxtage.
Mereka berharap pameran dalam rangka ujian ini terus digelar supaya bisa diakses publik. Mereka juga berandai-andai jika pameran dilakukan beberapa waktu sebelum ujian. Pasalnya pameran bisa menjadi uji publik bagi karya para mahasiswa. Dengan begitu jika ada kekurangan, masih ada kesempatan untuk memperbaiki sehingga saat ujian skripsi game bisa sempurna. (Sony Way)