STMM/Oktavian Bagus
TERIMA KARIKATUR : Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X
menerima karikatur dari Ketua Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) Noor Iza, usai
menyampaikan orasi ilmiah, 22 Oktober 2019 di kampus setempat.
Budaya Lokal Modal Pengembangan Pendidikan Karakter Indonesia
GUBERNUR DIY, Sri Sultan Hamengku
Buwono X menyayangkan lemahnya penerapan adab (pendidikan karakter) dalam
proses pendidikan. Masyarakat Indonesia lebih menuntut anaknya pandai secara
ilmu sehingga pendidikan karakter dikesampingkan. Padahal, pendidikan karakter
adalah pondasi yang akan membuat anak tahan uji.
Sebagai
negara mayoritas muslim, Indonesia harusnya mencontoh ulama. Petikan ungkapan
dari Abdullah Ibnul Mubarak “Kami
belajar adab dan tata krama selama 30 tahun, dan belajar imu selama 20 tahun”,
telah membuktikan filsafat pendidikan para ulama. Sayangnya, ajaran ini tidak
menjadi prinsip dasar pendidikan di Indonesia, tetapi diterapkan di Jepang.
“Di Jepang, siswa kelas satu
sampai kelas tiga belum dilakukan penilaian pengetahuan. Tetapi sebagai basis
pengembangan karakter guna membangun perilaku yang baik,” tutur sultan saat
membacakan orasi ilmiah, ‘Pendidikan Karakter untuk Menjawab Tantangan di Era
Revolusi Industri 4.0’ di Auditorium Sekolah Tinggi Multi Media (STMM), Selasa
22 Oktober 2019.
Penguatan Budaya Lokal Yogyakarta
Melihat kenyataan di Jepang,
sultan berpendapat bahwa budaya lokal Indonesia bisa menjadi modal untuk
membuat pendidikan karakter. Oleh karena itu digagas konsep penguatan nilai
sosial budaya lokal untuk pendidikan dengan nama, “Pendidikan Khas Kejogjaan
Perspektif Indonesia” (PKKPI).
“Artinya,
meski khusus dalam lingkup Yogyakarta, tetapi konsepnya bsia diterapkan di
provinsi lain. Misalnya pendidikan khas Bugis, Aceh, Minang, disesuaikan dengan
kondisi lokal masing-masing,” terangnya.
Terkait dengan pendidikan, Yogyakarta memiliki
kearifan budaya dan yang dikelompokkan dalam nilai-nilai filosofi. (core beliefs) dan nilai-nilai budaya (core values). Nilai-nilai filosofi yang
dimaksud adalah Sangkan paraning dumadi,
Hamemayu hayuning bawono, Manunggaling kawula lan gusti (dimensi vertikal).
Sementara nilai-nilai budaya adalah Sawiji,
greget, sengguh, ora mingkuh, Mangasah mangising budi memasuh-malaning bumi,
Pamenthanging gandhewa, pamenthanging cipta dan Manunggaling kawula gusti (dimensi
horisontal)
Diterapkan PGS
Konsep PKKPI
adalah petikan pemikiran dari orasi ilmiah “Pendidikan Karakter Berbasis Budaya”
saat HB X menerima gelar Doktor Honoris Causa dari UNY. PKKPI tahun 2019 ini
akan menjadi tema bahasan dalam program Professor
Goes To School (PGS).
“Mengapa dijadikan
tema PGS? Agar materinya tidak hanya berhenti sebagai teks, tetapi membumi
dalalm konteks keberagaman pendidikan di Indonesia. Setiap daerah punya
kekhasan budaya sendiri yang dalam penyelenggaraan pendidikan karakter tidak
bisa diseragamkan,” katanya.
Untuk mencari celah-celah
penerapannya, lanjut sultan, tema tersebut diderivasikan menjadi lima topik. Topik
tersebut adalah strategi Implementasi, Membangun ekosistem masyarakat
berpendidikan, Pendidikan guru berbasis budaya, Pergeseran arah kebijakan, dan
Media pendidikan karakter di era edukasi 4.0.
STMM/Oktavian Bagus
MELIHAT PAMERAN : Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X melihat
pameran hasil karya mahasiswa prodi Animasi dan Teknologi Permainan Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) di kampus
setempat, Selasa 22 Oktober 2019.
Meski PKKPI
menggunakan kata khas Jogja, namun konsep tersebut akan bersifat inklusif yaitu dapat diterapkan di lain
daerah sesuai kearifan lokalnya. Konsep ini juga tidak bersifat isolatif DIY,
tetapi ko-eksistensif yang merangkul dan mencakup wilayah Indonesia. Harapannya, agar memiliki nilai lebih bagi pendidikan
di DIY dan lebih luas bagi Indonesia. Dasar landasannya adalah PP No. 38 Tahun
2017 tentang Inovasi Daerah.
“Jika berhasil
memperoleh persetujuan Mendikbud RI, substansinya dapat direplikasi dan
didiseminasikan untuk diterapkan di provinsi lain, sesuai ekosistem budaya
masing-masing,” terang sultan.
Seusai orasi,
sultan didampingi Ketua STMM berdialog dengan mahasiswa. Dialog-dialog
memunculkan pertanyaan seputar perilaku generasi milenial dalam pendidikan.
Sultan juga berkesempatan melihat pameran dari Himpunan Mahasiswa Animasi
(Himasi) dan mahasiswa Teknologi Permainan yang digelar di lobi Audiorium STMM.
Acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan siang bersama dosen, pejabat
akademik dan struktural di lingkungan STMM. (Sony Way)