Era Transformasi Digital, Yang Lambat
Akan Tergilas
ERA Transformasi digital menuntut cara
pandang dan penyikapan baru. Transformasi digital telah mengubah berbagai
kebiasaan di setiap lini kehidupan. Era ini membutuhkan teorbosan baru di
bidang SDM dengan mengembangkan talenta-talenta digital.
Secara
global ada tiga transformasi yang sangat cepat perkembangannya, pertama
tranformasi fisik dari internet of thing
sekarang sudah menjadi internet of
everything. Kedua transformasi biologis, rekayasa genetika. Ketiga,
tranformasi digital dengan kemunculan artificial
intelligence.
“Untuk mewujudkannnya perlu kolaborasi antara
diri sendiri, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan,” ujar Staf Khusus
Menteri Kominfo Bidang Digital dan SDM, Dedy Permadi, PhD, saat Webinar
Nasional 6 STMM, Kesiapan SDM Indonesia Menghadapi Transformasi Digital, Selasa
22 September 2020.
Terobosan-terobosan, menurut Dedy
harus dilakukan saat ini untuk meminimalisir gap antara perkembangan teknologi.
Pasalnya kebutuhan dan permintaan belum seimbang. Setidaknya, saat ini
dibutuhkan 9 juta tenaga kerja bidang digital dengan penguasaan hard skill dan
soft skill yang sesuai tuntutan tranformasi digital.
Secara individu masyarakat juga
harus bisa merespon peluang dan tantangan semacam ini. Belajar mandiri
mengikuti perkembangan teknologi adalah langkah awal yang bisa dilakukan. Hal
ini bisa ditambah dengan mengikuti program pemerintah seperti Digital Talent
Scholarship Kemenkominfo.
“Sekarang ini bukan ikan besar yang
akan memakan ikan kecil, tetapi ikan yang cepat yang akan mengalahkan ikan yang
lambat,” ujar Dedy dalam acara yang dimoderatori Dyah Ayu K MA tersebut.
Sementara itu, Wakil
Ketua Komisi I DPR RI Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari juga mengakui bahwa
kemajuan teknologi, berakibat banyak
hilang pekerjaan, namun juga muncul pekerjaan baru, meski tidak seimbang, namun
efisiensi lebih terasa.
Hal itu
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan signifikan moda moda jual beli, e commerce berbasis online, bahkan
merambah sampai pedesaan
“Di masa pandemi
menuntut semua orang memiliki skill, dan menggunakan IT, e commerce meningkat signifikan. Kesadaran pemanfaatan
tenaga usia muda, diiringi pengunkatan skill
baik formal maupun nonformal,” tutur Kharis.
Budaya
Baru Media
Tyovan
Ari Widagdo, sebagai praktisi dan wirausahawan bidang digital mengakui bahwa
kunci untuk menghadapi transformasi digital adalah adaptasi dan inovasi. Tidak
kalah penting adalah mengentahui speed
dan momentum. Dia mencontohkan, mobile revolutions, media online dan offline berjalan bersama, juga implementasi big data di Amazon Book Store.
“Potensi
industri besar dan akan menjadi tren, moda konsumsi informasi bergerak bangun
tidur megang hp, nonton tik tok, youtube, dan platform digital lain,” lanjut Founder Vemobo tersebut.
Tantangan yang harus dipecahkan oleh
SDM Indonesia adalah memanfaatkan peluang besar tersebut. Pasalnya, potensi
ekonomi digital Indonesia tahun 2020 mencapai USD 130 miliar, dan 85% diambil dari
luar negeri.
Terkhusus di bidang industri media massa Doni Ismanto menyatakan transformasi digital menyebabkan perubahan dalam, baik mind set maupun cara memproduksi berita, dengan aturan-aturan baru di ruang redaksi.
Beberapa tantangan muncul seperti digital channel tumbuh pesat, perubahan reporter menjadi konten kreator dan redaktur menjadi manajer konten, serta tantangan fully ntegrated newsroom-single editorial system.
“Tantangan ruang redaksi adalah perubahan mindset, perubahan pendekatan cara kerja, dan perubahan struktur redaksi,” kata jurnalis yang kini menjadi Staf Khusus Wamenhan Bidang Media dan Komunikasi Publik.
Perusahaan, tidak hanya bergantung pada teknologi yang tepat namun butuh dukungan budaya yang tepat, orang yang tepat dan proses yang tepat. Transformasi digital yang sukses, lanjutnya harus merupakan perjalanan keseluruhan bagian. “Butuh SDM yang multi tasking dan kolaboratif, namun tidak boleh lupa tanggung jawab dan kaidah kaidah jurnalistik,” terangnya. (Sony Way)